Kancil dan Siput Lomba Lari

Suatu hari kancil bertemu dengan siput di pinggir kali. Melihat siput merangkak dengan lambatnya, sang kancil dengan sombong dan angkuhnya berkata, "Hai Siput, beranikah kamu beradu lomba denganku?"
Ajakan itu terasa mengejek Siput. Siput berpikir sebentar, lalu menjawab, "Baiklah, aku terima ajakanmu dan jangan malu kalau nanti kamu sendiri yang kalah."
"Tidak bisa. Masa jago lari sedunia mau dikalahkan olehmu Siput, binatang perangkak kelas wahid di dunia," ejek Kancil.
"Baiklah, ayo cepat kita tentukan harinya!" kata Kancil.
"Bagaimana kalau hari Minggu besok, agar banyak yang menonton," kata Siput.
"Oke aku setuju," jawab Kancil.
Sambil menunggu hari yang telah ditentukan itu, Siput mengatur taktik. Segera dia kumpulkan bangsa Siput sebanyak-banyaknya.
Dalam pertemuan itu, Siput membakar semangat kawan-kawannya, mereka sangat girang dan ingin mempermalukan Kancil di hadapan umum.
Dalam musyawarah itu, disepakatilah dengan suara bulat bahwa dalam lomba nanti di setiap Siput ditugasi berdiri di antara rerumputan di pinggir kali. Diaturlah tempat mereka masing masing.
Bila Kancil memanggil, maka Siput yang di depannya itu yang menjawab. Begitu seterusnya.
Sampailah saat yang ditunggu-tunggu itu. Penonton pun sangat penuh menyaksikan perlombaan itu. Para penonton berdatangan dari semua penjuru hutan.
Kancil mulai bersiap di garis start. Pemimpin lomba mengangkat bendera, tanda lomba akan segera dimulai. Kancil berlari sangat cepatnya. Semua tenaga dikeluarkannya.
Tepuk tangan penonton pun menggema memberi semangat pada Kancil. Setelah lari sekian kilometer, berhentilah Kancil. Dengan napas terengah-engah dia memanggil.
"Siput!" seru Kancil.
Siput yang berada di depannya menjawab,"Ya, aku di sini."
Karena tahu Siput telah ada di depannya, Kancil pun kembali lari sangat cepat sampai tidak ada lagi tenaga yang tersisa. Kemudian dia pun kembali memanggil.
"Siput!" teriak Kancil lagi.
Siput yang di depannya menjawab, "Ya, aku di sini."
Berkali-kali selalu begitu. Sampai akhirnya Kancil lunglai dan tak dapat berlari lagi. Menyerahlah sang Kancil dan mengakui kekalahannya. Penonton terbengong-bengong.
Siput menyambut kemenangan itu dengan senyuman saja. Tidak ada loncatan kegirangan seperti pada umumnya pemenang lomba.